Rencana pemerintah memberlakukan sistem bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan pola tertutup mulai tahun ini tampaknya tidak akan berjalan mulus. Sebab, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menentang kebijakan pembatasan premium dan solar tersebut.
Hitung-hitungan BPK, anggaran subsidi BBM yang mencapai Rp 88,9 triliun masih sanggup membiayai konsumsi BBM bersubsidi, sekalipun pemakaian BBM melonjak 10 persen menjadi 40,1 juta kiloliter dari kuota tahun ini yang sebanyak 36 juta kiloliter.
Anggota IV BPK Ali Masykur Musa menjelaskan, harga minyak mentah Indonesia atawa Indonesia Crude Price (ICP) tak akan mencapai 80 dollar AS per barrel sesuai target pemerintah.
Padahal, ICP ini sebagai patokan penentuan anggaran subsidi BBM tahun ini senilai Rp 88,9 triliun.Bahkan, BPK menyimpulkan, bujet subsidi BBM berpeluang lebih. Menurut Ali, plafon anggaran subsidi BBM masih sanggup membayar tambahan kuota BBM bersubsidi.
Karena itu, Ali bilang, kuota 36,5 juta kiloliter bukanlah angka keramat yang tidak bisa diutak-utik. Lnjut Ali, jangan sampai pembatasan konsumsi BBM justru menghentikan laju pertumbuhan ekonomi, karena BBM adalah mesin pertumbuhan yang mempunyai efek berantai.
Tenaga Ahli BPK Kholid Syeirazi menyatakan, selama enam bulan pertama tahun ini harga minyak berkisar antara 72 dollar AS-74 dollar AS per barrel. Selisihnya harganya hanya 6 dollar AS, artinya kalaupun BBM sampai 40,1 juta kiloliter, anggaran masih bisa menanggung.
Tapi, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Hanggono T. Nugraha mengatakan, harga minyak sulit diprediksi. Bisa saja harga minyak di bulan-bulan yang akan datang melonjak di atas 80 dollar AS per barrel.