Anggota Komisi II DPR dari FPKS Mahfudz Siddik kecewa dengan rencana pemerintah menerbitkan PP untuk mempersenjatai Satpol PP. Satpol PP bukanlah polisi yang harus menumpas teroris dengan senjata api.
Mahfudz menyampaikan, seharusnya Satpol PP dibenahi pelatihannya, bukan menambah senjata berbahaya. Mahfudz berharap Satpol PP benar-benar diposisikan sebagai pengayom masyarakat.
Yang dibutuhkan Satpol PP adalah mengubah metode pendekatan ke arah edukatif dan persuasif, bukan represif seperti saat ini.
lanjut Mahfudz, Kalau Satpol PP dipaksakan dipersenjatai, bisa jadi potensi konflik baru di masyarakat. Dan jika dipaksakan malah memperuncing konflik dengan masyarakat.
seperti diketahui, Pemerintah mengeluarkan peraturan yang melegalkan penggunaan senjata api bagi anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Kementerian Dalam Negeri menuangkan pengaturannya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Api bagi Satpol PP.
Peraturan menteri itu dikeluarkan untuk mengatur detail pengaturan penggunaan senjata oleh Satpol PP dan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP.
Pasal 2 Peraturan Menteri tersebut menunjukkan, petugas yang boleh menggunakan senjata api adalah kepala satuan, kepala bagian/bidang, kepala seksi, komandan peleton, dan komandan regu.
Namun, bagi para anggota satuan yang akan melaksanakan tugas operasional di lapangan juga diperbolehkan menggunakannya. Paling banyak 1/3 dari seluruh anggota satuan.
Peraturan juga menyebutkan, jenis senjata api yang boleh digunakan adalah senjata peluru gas atau peluru hampa, semprotan gas, dan alat kejut listrik. Senjata api dapat digunakan dengan izin dari Polri dan harus diajukan oleh Gubernur karena Satpol PP disebut sebagai perangkat pemerintah daerah untuk memelihara ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Draf menunjukkan, Peraturan Menteri itu ditandatangani oleh Mendagri Gamawan Fauzi pada tanggal 25 Maret lalu dan disahkan oleh Menhuk dan HAM Patrialis Akbar pada 31 Maret.