Musibah keracunan keong atau siput dan ikan hasil tangkapan nelayan yang sudah berlangsung sekitar satu bulan makin meluas pada sejumlah wilayah lain di Sulawesi Tenggara.
korban pertama ikan laut itu adalah warga pesisir Kabupaten Buton, kemudian warga Kota Bau-Bau dan Kabupaten Wakatobi. Dalam waktu singkat, beredar keluhan dari masyarakat bahwa keracunan juga menimpa warga Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton Utara yang masih bertetangga.
Musibah keracunan ini telah menelan empat korban tewas di Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, serta ratusan orang lainnya menjalani perawatan medis.
Ketakutan warga memakan ikan laut juga melanda warga Kabupaten Buton Utara karena sudah ada warga yang sakit dengan gejala pusing-pusing, muntah, dan mata merah.
Ia mencontohkan, Kepala Desa Lagundi Budi Santoso nyaris tewas setelah makan ikan laut, tetapi masih tertolong setelah minum air kelapa muda. Ia menambahkan, seorang warga di Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, diduga meninggal dunia karena keracunan setelah makan ikan dan keong.
Hasil pengkajian Badan Pegawas Obat dan Makanan (Balai POM) Kendari menemukan kandungan logam berat dalam organ keong dan ikan sehingga menyebabkan keracunan.
Kepala Balai POM Kendari Guntur menyatakan kandungan Cu dalam tubuh siput atau ikan, pada konsentrasi tertentu bisa menyebabkan keracunan bagi orang yang mengonsumsinya, tetapi tidak sampai mematikan.
Guntur yang didampingi Kepala Pengujian Pangan BPOM Kendari Hasnah Nur mengaku masih mencurigai adanya arsen (Co) dan sianida yang terkandung dalam tubuh siput.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bau-Bau Heru mengatakan, peristiwa keracunan ikan itu terjadi karena wilayah perairan Laut Buton saat ini dalam kondisi kelebihan phytoplankton dan zooplankton, dua jenis makhluk hidup di laut berukuran kecil yang menjadi makanan biota laut.
Menurut Heru, ikan yang bisa menyebabkan orang yang memakannya keracunan, hanya ikan-ikan atau siput yang kelebihan memangsa plankton.