Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) per 1 Juli lalu dinilai menyebabkan industri kecil dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) paling terpukul. Simulasi perhitungan para pengusaha menunjukkan, kenaikan tarif terbesar justru harus ditanggung oleh para pengusaha kecil ini.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Erwin Aksa mengatakan kenaikan tarif bagi para UKM bisa mencapai 45 persen. Lebih besar dari kenaikan tarif listrik bagi industri besar yang sebesar 35 persen.
Jika, industri besar dengan tarif terbesar naik dari harga Rp 439/kWh ke Rp 680/kWh di luar waktu beban puncak (LWBP), pengusaha kecil yang tergolong pelanggan I-2 naik dari Rp 440/kWh ke Rp 800/kWh.
Selain itu, para pengusaha kecil juga terpukul karena harga bahan baku juga pasti akan naik karena pihak industri juga mengalami kenaikan tarif hingga 35 persen. Akibatnya, biaya produksi UKM akan melambung tinggi.
Oleh karena itu, Erwin meminta pemerintah menunda kenaikan sampai pemerintah dan PLN menjelaskan formula perhitungannya secara transparan. Selain itu, Erwin juga meminta agar PLN nantinya tidak mengurangi supply daya kepada UMKM kalaupun masih kekekuh menaikkan tarif dengan kenaikan yang sangat besar.
Sementara itu, Ketua pelaksana Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta Lie mengatakan, besaran dan simulasi tarif yang ditetapkan pemerintah ternyata berbeda dengan persepsi yang selama ini beredar di tengah kalangan pengusaha.
Menurut Tutum, SK Menteri mencantumkan besaran plus-plus yang makin membebani pengusaha. Akibatnya, ongkos produksi naik dan harga barang akan melambung.
Dalam menetapkan margin dan harga, para pengusaha retail tentu juga tergantung pada harga sewa gedung oleh pengusaha mal. Namun, Tutum masih enggan mengungkapkan prediksi perhitungan kenaikan harga versi mereka.
Ketua Asosiasi Pengusaha Garmen dan Asesori Indonesia (APGAI) Suryadi Sasmita, menyatakan kekecewaannya pula kepada ketidaksinkronan janji dan realisasi oleh pemerintah.
Sebelumnya, pemerintah berjanji menaikkan tarif pada kisaaran 10-16 persen. Namun, ternyata industri tekstil yang tergolong pelanggan E-III harus membayar kenaikan tarif jauh melebihi itu, yaitu dari Rp 492 ke Rp 680 untuk Luar Waktu Beban Puncak (LWBP).
Dengan angka kenaikan ini, lanjutnya, bukan tak mungkin kenaikan harga barang-barang garmen dan aksesori bisa naik 10-20 persen. Para pengusaha pun berniat 'menantang' PLN untuk secara transparan menjabarkan formula perhitungan kenaikan tarif yang diberlakukannya.