detikFinance Fenomena kawin lagi menjadi salah satu pemicu kredit macet (non performing loan/NPL) di sektor usaha mikro. Inilah yang dialami oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM), yang tingkat NPL-nya kini mencapai 1,06%.
Sekretaris Perusahaan PNM Arief Mulyadi mengakui besaran NPL dari debitur mikro ini naik dari tahun lalu di bawah 1%. Menurut Arief, permasalahan NPL dalam usaha mikro ini bukan karena itikad para pengusaha yang enggan membayar, melainkan masalah kedisiplinan dan waktu. Di samping itu, lanjut Arief, terdapat juga masalah urgensi yang mengakibatkan para pengusahan tidak tepat waktu membayar cicilan pinjamannya.
Namun, Arief akui terdapat juga praktik mafia yang menciptakan NPL untuk PT PNM walaupun jumlahnya tidak banyak. Arief menyebutkan kebanyakan modus para mafia ini menaikkan jumlah kebutuhan pinjaman para calon debitur yang dikoordinasinya.
Untuk mengurangi angka NPL ini sehingga bisa mencapai target 1% hingga akhir tahun, Arief menyebutkan beberapa usaha PNM. Salah satunya dengan memberikan kotak hijau yang diharapkan bisa diisi para pengusaha mikro setiap harinya sesuai dengan besaran cicilan. Hal ini untuk melatih kedisiplinan.
sementara itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta pemerintah melakukan penghapusan (write off) terhadap utang-utang pengusaha UKM di bank-bank BUMN. Saat ini total kredit macet (NPL) UKM di bank BUMN berjumlah Rp 85 triliun.
Sekjen HIPMI M Ridwan Mustofa, mengatakan HIPMI merekomendasikan agar utang UKM segera dihapus segera dihapus tagih. Selama ini bank BUMN hanya bisa menghapus buku (write off), tetapi belum bisa menghapus tagih. Melalui penghapusan tagih sebesar Rp 2 triliun dengan rata-rata plafon kredit Rp 50 juta/UKM, maka terdapat 6 juta debitor yang akan memperoleh kesempatan dan pendanaan dari bank.